Terungkapnya komplotan pemalsu vaksin dan masifnya persebaran vaksi palsu membuka mata kita semua begitu lemahnya pengawasan vaksin dan obat di Indonesia. Belasan rumah sakit juga apotek di Jakarta dan Bekasi terbukti menggunakan vaksin palsu. Jumlah itu belum termasuk puluhan lainnya di luar daerah itu yang diduga juga ikut menerima vaksi dari distributor tidak resmi. Yang lebih miris lagi, praktik pembuatan dan distribusi vaksin itu ternyata sudah 13 tahun berjalan, sejak 2003.

Perbuatan itu jelas merupakan kejahatan kemanusiaan. Tidak terbayangkan berapa banyak anak yang telah menjadi korban, kehilangan kesempatan memiliki daya tahan terhadap sejumlah penyakit. Apa lagi Indonesia pernah mengalami wabah polio pada 2005-2006 sebanyak 385 anak mengalami lumpuh permanen. Pada 2009 -2010 campak juga menyerang 5.818 anak yang menyebabkan 16 meninggal. Bahkan 816 anak, 56 di antaranya meninggal, menderita akibat difteri pada 2010-2011.

Saat ini proses hukum terhadap puluhan tersangka sudah berjalan. Polisi juga masih terus menelisik jaringan vaksin palsu itu di berbagai provinsi. “Namun, di luar tindakan hukum pemerintah mesti bergerak cepat mencari dan memusnahkan sisa vaksi palsu yang masih beredar, sekaligus memastikan kejahatan itu tidak lagi terulang,” ujar Koordinator Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) Agung Sedayu.

Pemalsuan vaksin adalah satu bagian dari pemalsuan obat, jaringan dan pola operasinya juga tidak jauh berbeda. Kejahatan ini telah menjadi musuh di seluruh dunia. Laporan World Heath Organization (WHO) 2008 dikutif dari Fenoff, R., S., Wilson, J.,M, 2009 disebutkan, obat palsu dan vaksin palsu menyuplai sekitar 10 sampai dengan 15 persen obat dunia. Jumlah ini menurut WHO sangat signifikan.Pada tahun 2005, perdagangan obat dan vaksin palsu memperoleh keuntungan sekitar 39 milyar dollar dalam perdagangan global.

Penemuan masifnya peredaran vaksin palsu ini adalah pertanda pemalsuan obat di negeri ini juga dalam kondisi gawat. Karena itu pemerintah harus memperbaiki sistem pengawasan vaksin dan obat serta memperkuat stake holder yang diberi wewenang pengawasan.

Selain regulasi, aksi melawan pemalsuan mesti dengan membangun sistem dan teknologi traking product, pelindungan obat dan vaksin secara nasional, serta kerjasama seluruh stake holder sekaligus mendidik publik. Karena itu FAA PPMI menyerukan supaya semua pihak baik pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, aparat penegak hukum, Badan POM, pihak rumah sakit, apoteker, dokter, dan tentu saja publik bersama-sama memberantas pemalsuan vaksin dan obat. “Tanpa perbaikan menyeluruh di sistem pengawasan dan keterlibatan semua pihak, mustahil pemalsuan vaksin dan obat bisa dihilangkan,” kata Agung.

 

Jakarta, 24 Juli 2016

Agung Sedayu

Kordinator Presidium FAA PPMI

BERIKAN KOMENTAR