Dampak negatif minuman beralkohol (minol) dari aspek kesehatan dan psikososial penting untuk segera disikapi secara arif dan bijak. Sejumlah pembicara berkompeten dan media massa bersama-sama membicarakan solusi penyalahgunaan alkohol di kalangan remaja di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, bekerjasama dengan Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa (FAA PPMI).
Aspek regulasi dihantarkan oleh Siti Mukaromah, Anggota DPR RI Anggota Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol. Sementara dari sisi industri minuman beralkohol resmi Dandy dari Diageo menjelaskan minol dalam perspektif korporasi. Herbert dari Kementrian Kesehatan turut hadir menjawab seputar persoalan psikologi dan pentingnya pendidikan keluarga dari penyalahgunaan minol.
Diversifikasi menjadi tawaran legislatif terkait pengurangan dampak penyalahgunaan minol. “Misalnya aren dan gula bisa dibuat produk gula semut, makanan organik berkualitas ekspor bermutu tinggi, tidak hanya difermentasi saja,” tutur Anggota DPR RI yang kerap disapa Mbak Erma itu.
Legislasi tentang minol mendapat tantangan yang cukup berat. Di satu sisi masyarakat membutukan payung hukum yang jelas terkait dampak yang ditimbulkan, di sisi lain minol juga berkontribusi pada sektor ekonomi riil. “Ini undang-undang baru bagi kami, sebelumnya belum ada, kecuali sejumlah kabupaten dan provinsi yang telah menerapkan pelarangan izin dan peredaran minol,” pungkasnya.
Menjawab sejumlah pertanyaan peserta mengenai proteksi terhadap remaja atas peredaran minol resmi dan soal penegakan hukum, Dendy Borman (Corporate Relation Manager Relation Manager Director Diageo Indonesia) menawarkan solusi berupa penerapan standarisasi terkait execive drinking atau konsumsi minol berlebih. “Indonesia belum memiliki standar pengukuran kadar alkohol dalam darah, sehingga tak ada ukuran menilai orang sedang dalam pengaruh minol atau tidak,” jawabnya. Dendy pun mengatakan seringkali minol dianggap pemicu tindak kekerasan, padahal dari sudut Kriminologi perbuatan jahat selalu didahului niat, bukan lantaran mengkonsumsi alkohol.
Peran keluarga menjadi vital ketika remaja menjadi subyek yang rentan menjadi korban penyalahgunaan minol. “Tidak ada positifnya dari penyalahgunaan alkohol, sehingga keluarga menjadi faktor penting pengasuhan anak, pencegahan dilakukan dengan perbaikan pola asuh dalam pendidikan keluarga,” tutur Herbert Sigabutar (Kepala Seksi Pencegahan dan Pengenalian Masalah Penyalahgunaan Napza Kementerian Kesehatan).
Setelah keluarga berhasil menjalankan fungsi edukasi dan penanaman nilai, maka media massa juga tak kalah penting memberikan pemahaman komperhensif tentang bahaya penyalahgunaan minol. “Media massa masih sebatas memberitakan yang bombastis, aspek sosial budaya minol belum dipotret secara utuh,” ungkap Evy Rahmawati, Jurnalis Kompas.
Evy berbagi pengetahuan tentang sejarah minol dalam peradaban. Secara sosiologis masyarakat dalam peradaban dunia membutuhkan minol karena efek relaksasi yang ditimbulkan. Kasus unik seperti Paradox Paris menjadi studi kesehatan yang cukup kontroversial, akibat konsumsi wine secara rutin yang mampu meningkatkan fungsi jantung.
Di sesi akhir diskusi, Evy menawarkan solusi membuat program di sekolah-sekolah untuk menghindari penyalahgunaan minol. Diskusi diakhiri dengan pemahaman bersama bahwa penting untuk memiliki regulasi minol yang isinya mengatur tentang diversifikasi, standarisasi dan pengawasan penyalahgunaan minol.