Gili Labak. Pulau kecil di ujung Madura ini menyimpan keindahan alam luar biasa. Di sana, pesona Dewa Surya terbit dan tenggelam bisa dinikmati sekaligus di satu lokasi.
Long weekend sudah di depan mata, sudah punya acara mau kemana menghabiskan liburan yang dinantikan banyak kaum urban ini? Raja Empat mungkin terlalu jauh dan merogoh kocek dalam, ke Pulau Seribu dan Karimun Jawa mungkin sudah lebih dulu kesohor.
Tertarik ke Madura? Pulau penghasil garam yang hanya terpisah selat dari Kota Surabaya itu memiliki ‘harta karun’ yang menyilaukan mata pengunjungnya. Pantai berpasir yang lebih indah dari Pulau Dewata, di sana kita bisa menikmati pesona matahari terbit dan matahari tenggelam sekaligus.
Bagaimana Menuju ke Gili Labak?
Kalau naik kendaraan umum, Anda bisa naik bus dari Surabaya jurusan ke Sumenep, Madura. Untuk berhemat, saya dan rombongan naik bus tanpa AC. Ongkosnya berkisar Rp 30 ribu hingga Rp 45 ribu. Supaya tidak kepanasan di jalan menggunakan bus tanpa AC itu, kami memilih berangkat malam, pukul 23.00 WIB.
Surabaya ke Sumenep memakan waku hampir 5 jam. Lega dan narik nafas panjang ketika sampai di terminal Sumenep. Kami langsung beristirahat dan melanjutkan perjalanan sekitar pukul 11.00 WIB. Dari terminal Sumenep kami menuju Kalianget dengan menyewa mobil dengan biaya sewa Rp 100.000. Perjalanan ke Gili Labak bisa dikatakan cukup mudah karena banyak kendaraan menuju kesana.

Untuk menyeberang ke Gili Labak kita bisa menyewa kapal lengkap dengan alat snorkling Rp 1.000.000 sampai Rp 1.250.000. Satu kapal bisa diisi 20 orang. Jadi saya sarankan Anda berangkat berombongan sehingga bisa lebih murah.
Di Gili Labak tidak ada hotel. Tapi jangan khawatir, kita bisa menginap di rumah warga. Hanya ada 32 kepala keluarga tinggal di pulau itu. Mereka adalah suku asli Madura, bahasa komunikasi yang dipakai pun bahasa Madura. Memang agak menyusahkan jika harus berkomunikasi langsung tapi keramahannya jangan ditanya, sangat hangat.
Pesona Gili Labak

Sampai di pulau kecil ini, hamparan pasir putih menyambut kami. Pasir tersebut tersapu ombak laut biru yang jernih. Rimbunan pohon hijau seakan melambai dan memanjakan mata. Tidak ada suasana kota yang penuh kesibukan atau asap knalpot. Bagi orang kurang piknik dan pengen udara bersih, mungkin ini tempatnya.
Hari menjelang sore. Saya dan kawan-kawan berjajar di dermaga. Menunggu hari berganti malam. Langit berwarna jingga kala perlahan Dewa Surya melangkah masuk peraduan, decakan kagum kami terlontar. Matahari tenggelam… keindahan yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata.

Pagi harinya, saya mencoba ke sisi timur pulau. Kali ini saya ingin melihat dan mengabadikan matahari terbit. Dan memang benar mengejar matahari terbit tidak kalah dengan mengejar matahari terbenam. Sama-sama kerennya. Sama halnya dengan sunset, sunrise pun diburu wisatawan yang ada. Jika pada petang banyak yang berada di sisi barat pantai. Sementara sunrise banyak yang sudah duduk manis di sisi timur nya pantai.

Gililabak memiliki air yang biru jernih. Sehingga wisatawan bisa mengamati biota laut secara langsung dari balik kacamata selam. Mau melihat terumbu karang yang keren?Ikan neon warna warni? Bintang laut? Disini juga surganya. Saya saja yang tidak biasa snorkling bisa sampai dua jam. Baru kelar karena luka di kaki karena tekena terumbu karang.

Cuaca panas kala itu membuat kami kehausan. Kelapa hijau muda yang berjejer di toko milik penduduk asli begitu menggoda untuk dinikmati. Dan memang, saat menyantap kelapa muda yang langsung dipetik dari pohonnya menuntaskan dahaga kami.

Di Gililabak terdapat banyak spot untuk diabadikan. Sebut saja dermaga dan jembatan. Jembatan dan dermaga pilihan cocok untuk foto, namun saran saya untuk menghasilkan foto yang tidak ada duanya sebaiknya memilih waktu sore dan malam.
Ini disebabkan siang jembatannya tidak terlihat bagus dan tidak ada pemandangan khusus yang bisa diambil. Jika sore bisa memilih sunset sebagai obyek wisata. Malam harinya, jika langit cerah dan bertabur bintang bisa mendapat foto milkway.

Spot kedua terdapat di sisi timur. Karena saya menemukan bagian pantai yang menjorok menyerupai tanjung kecil. Jika sedikit pasang memang tidak terihat. Di dekat tanjung tersebut berdiri dua papan bertumpuk, disanggah dua tiang kayu dengan tulisan, ‘Welcome to Hidden Paradise, Gili Labak’. Sementara di bawahnya ada menyebutkan koordinatornya.

Spot selanjutnya bisa memilih di laut lepas,banyak kapal-kapal nelayan yang parkir. Terkadang ada kapal pencari ikan, kapal pengantar wisatawan, maupun kapal yang sedang dipoles/dicat ulang agar terlihat indah.