Koalisi Perempuan Indonesia mendesak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah melakukan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas.
“Kami meminta pemerintah dan DPR lebih peka terhadap penyandang disabilitas. Oleh karenanya kami mendesak agar segera dilakukan pembahasan dan pengesahan RUU Penyandang Disabilitas menjadi Undang-undang,” kata Presidium Nasional Perempuan Penyandang Disabilitas Maulani A Rotinsulu di Jakarta, Senin.
Hal tersebut dikatakan Maulani dalam diskusi publik yang bertema ‘Menanti Undang-Undang yang Menjamin dan Melindungi Penyandang Disabilitas’ di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Permintaan tersebut, lanjut Maulani, karena Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 telah mengesahkan Konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas atau (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) yang dikeluarkan PBB pada 13 Desember 2006 lalu.
“Salah satu konsekuensi dari pengesahan konvensi tersebut adalah merumuskan legislasi yang mengadopsi ketentuan-ketentuan dalam konvensi, serta membangun mekanisme koordinasi untuk memstikan implementasinya,” tuturnya.
Lebih lanjut, wanita yang juga Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia ini juga menuntut DPR dan pemerintah mensosialisasikan RUU Disabilitas, dan membuka ruang seluasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dalam penyempurnaan RUU Penyandang Disabilitas.
“Pihak legislatif juga harus melakukan konsultasi publik di berbagai daerah untuk menjangkau semua lapisan masyarakat guna membangun komitmen semua pihak untuk melaksanakan UU Penyandang Disabilitas,” ujarnya.
Menurut Maulani, Pemerintah dan DPR juga harus bekerja sama dengan media, untuk membangun ‘diskursus’ (komunikasi dan konsep masyarakat) serta kepedulian semua pihak dalam membela, menghormati dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.
Sementara itu, Sekjen KPI Dian Kartikasari menegaskan, masyarakat harus mendapat pendidikan yang baik soal bagaimana menyikapi disabilitas. Pasalnya, hingga saat ini masyarakat kerap menyembunyikan ketika kerabat atau anak mereka menyandang disabilitas.
Hal ini berkaitan dengan pendataan statistik jumlah penyandang diasbilitas di negeri ini. Angka yang tertera dalam statistik penyandang disabilitas dinilai penting untuk menjadi faktor pendorong segera disahkannya RUU Penyandang Disabilitas.
“Data tidak pernah akurat karena masyarakat cenderung menyembunyikan kondisi disabilitas, karenanya masyarakat harus dididik, jika tidak, data tidak akan pernah akurat,” katanya di lokasi yang sama.
Negara juga wajib hadir dalam kasus ini, sebab satu orang saja menyandang disabilitas sudah menjadi tanggung jawab negara. Apalagi jika puluhan juta orang di Indonesia yang menyandang disabilitas.
“Kita harus bicara soal state responsibility, melindungi, menghormati dan memenuhi kebutuhan, itu tanggung jawab pemerintah. Setiap bicara hak, itu sebenarnya adalah hak penyandang disabilitas juga,” tuturnya.
aditya/antara