Siapa yang dapat menolong dirinya sendiri akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula. (RA. Kartini)

Kartini. Apa yang teringat di benak Anda sekalian ketika mendengar nama Kartini? Ya. Tentu langsung tertuju pada sosok pahlawan perempuan asal Jepara, Jawa Tengah. Kartini adalah pahlawan emansipasi yang pada masanya, dengan usia relatif masih muda memperjuangkan nasib perempuan Indonesia. Banyak dari kita sudah tahu seperti apa kiprahnya: memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan Indonesia

Pada bulan ini, kita akan banyak menjumpai atribut-atribut yang bertemakan “Kartini”. Mulai dari atribut berupa baju adat, juga perayaan-perayaan memeringati Hari Kartini. Hal itu serentak digelar dibanyak lembaga dan instansi, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Dari sekolah-sekolah sampai dengan perusahaan.

Namun, apakah peringatan Hari Kartini hanya sebatas penggunaan atribut serta perayaan ataukah kita harus bagaimana? Hanya mengenakan atribut dan perayaan yang kita lakukan setiap tahun di bulan April ini, apakah cukup meneruskan perjuangan yang telah dimulai Kartini?

Apakah hanya dengan simbol-simbol yang kita kenakan, kita dapat mewujudkan cita-cita mulia Kartini? Tentu saja tidak. Kita harus melakukan lebih dari sekadar penggunaan atribut dan perayaan sebagai simbol untuk meneruskan dan mewujudkan cita-cita mulia Kartini. Jika pada zaman Kartini masih hidup, beliau memperjuangkan pendidikan perempuan, tentu zaman sekarang kita tidak hanya harus memperjuangkan pendidikan saja.

Sebagai perempuan modern, kita harus memperjuangkan hidup ini dengan indah. Dengan indah? Ya. Karena jika tidak, itu artinya kesengsaraan bisa meliputi perjuangan kita. Jika kita memperjuangkan hidup dengan indah, kita akan menikmati proses perjuangan dengan ikhlas, tabah, senyum dan semangat. Indah, bukan?

Terlepas dengan bagaimana cara kita memperjuangkan hidup, ada perempuan-perempuan di luar sana yang dengan sepenuh jiwa raganya juga memperjuangkan hidup, keluarga bahkan juga negaranya.

ilustrasi pencarian, foto Michele Hull
ilustrasi pencarian, foto Michele Hull

Seperti para tenaga kerja perempuan Indonesia di luar negeri. Mereka pahlawan devisa negara. Mereka layak mendapatkan julukan sebagai Kartini masa kini. Kenapa begitu? Karena, mereka adalah perempuan-perempuan yang rela bekerja menjadi buruh migran di negara asing, di rumah orang asing, dan lingkungan yang sama sekali asing demi kesejahteraan keluargan di rumah.

Mereka ikut memajukan negara kita dengan usaha (pekerjaan) yang mereka lakukan. Dengan bantuan para buruh migran itu pula negara kita mampu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Namun, masih lemahnya sistem perlindungan tenaga kerja di luar negeri menyebabkan banyak pekerja perempuan Indonesia itu yang mendapat kekerasan, dari kekerasan fisik sampai pelecehan seksual. Pemerintah mesti segera memperbaiki tata aturan dan mekanisme perlindungan tenaga kerja di luar negeri untuk memastikan para “Kartini” yang memperjuangan kesejahteraan keluarga dan negara itu bisa berkerja dengan aman serta nyaman.

Di dalam negeri, para petani, pedagang, guru, jurnalis, juga semua ibu di Indonesia yang berjuang untuk keluarganya, mereka juga layak disebut sebagai Kartini masa kini. Ibu-ibu petani, misalnya. Selain mereka harus mengurusi keluarga dan kebutuhan rumah, mereka harus membantu suami (bagi yang bersuami) mengurus sawah-sawah yang mereka kelola.

Bagaimana dengan ibu-ibu single parents dan punya sawah juga? Maka, pekerjaan yang seharusnya dilakukan dua orang, dia bisa mengerjakannya sendiri dengan baik. Dan perjuangan mereka yang demikian itu, tidak mungkin dipahami oleh perempuan yang manja. Ibu-ibu pedagang juga tak kalah hebat. Mereka harus berdagang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. Ibu-ibu yang berprofesi yang lain pun sama hebatnya. Jadi, ibu-ibu mulia yang ada di Indonesia, layak mendapat predikat sebagai Kartini masa kini.

Coba kita berpaling ke sosok perempuan lain yang menurut saya juga berhak mendapat sebutan Kartini masa kini. Dialah sosok kontroversial di deretan Menteri Indonesia. Dia Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Terlepas dari kontroversi yang ditimbulkan oleh perempuan yang nyentrik ini, kebijakan-kebijakan yang ia keluarkan terbukti mampu membuat pencurian ikan di laut Indonesia bisa ditekan. Sikapnya yang tegas terhadap para pencuri ikan di perairan Indonesia patut diacungi jempol.

Lalu, bagaimana dengan generasi muda? Apakah mereka belum layak mendapat julukan kartini masa kini karena mereka belum memperjuangkan kehidupan seperti yang lainnya? Para generasi muda (khususnya perempuan) juga berhak mendapat julukan Kartini masa kini. Karena mereka telah berjuang dalam kebenaran, berjuang menuntut ilmu dan meraih cita-cita seperti Kartini meraih cita-citanya. Mereka yang belajar dengan sungguh-sungguh dan menunjukkan prestasi yang membanggakan di usia muda juga mengharumkan nama bangsa di bidang apa pun, mereka adalah Kartini masa kini.

Kartini adalah simbol perempuan Indonesia yang mandiri, maju dan santun. Kartini sesungguhnya adalah perempuan yang mampu menangkap tantangan zaman dan melaluinya dengan baik dan bermanfaat bagi banyak orang. Kartini masa kini adalah perempuan yang mandiri di balik ruwetnya zaman globalisasi, namun juga masih tetap memegang teguh etika dan adat sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Janganlah momen Kartini ini hanya menjadi agenda tahunan tanpa arti. Kita sebagai perempuan modern hendaknya bisa  lebih hebat dari Kartini. Hebat dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita.

Selamat hari Kartini. Semoga Indonesia tidak akan pernah kehilangan sosok Kartini dalam setiap jiwanya.

 

Tentang penulis

Hidromatul Maqnu'ah
Hidromatul Maqnu’ah

Hidromatul Maqnu’ah. Pendidik di Madiun. Alumni pers mahasiswa al-illah STAIN Ponorogo.

BERIKAN KOMENTAR