One’s destination is never a place, but a new way of seeing things — Henry Mille
Kabupaten Sumenep merupakan labuhan terakhir di penhujung Pulau Madura. Biasanya saat mendengar kata Madura otomatis terbayang Pulau Garam dan tempat yang cukup panas. Wajar, lantaran memang pulau ini yang dikelilingi pesisir pantai yang masih alami. Pantai yang terletak di Sumenep ini lebih dikenal dengan sebutan Gili. Kali ini saya akan berbagi cerita sederhana tentang Sumenep, baik itu wisata alam maupun panganan khasnya.
‘Musim Gugur’ di Pantai Sembilan Gili Genting
Jika Gili Trawangan sudah terkenal dan sudah biasa orang dengar, di Sumenep, punya Gili Genting, Gili Raje (Gili Besar), Gili Labak, Gili Iyang, yang juga bisa dikunjungi dan dinikmati keindahan pantainya. Walau belum seapik Gili Trawangan di Lombok, tapi destinasi pulau-pulau kecil di Sumenep ini menarik dikunjungi. Salah satunya adalah Gili Genting.
Wisata pertama yang bakal kamu temui setelah sampai yaitu Pantai Sembilan, kenapa dinamai pantai Sembilan? Karena saat pantai ini dilihat dari atas akan membentuk angka 9. Seperti karakter deretan pantai di Sumenep, pantai Sembilan melandai dengan pasir putihnya.
Cukup berjalan kaki dari pelabuhan di Gili Genting, kamu sudah bisa sampai di Pantai Sembilan. Ada dua pilihan, bisa menyusuri pinggir pantai, lewat belakang rumah warga. Ada karang-karang di pinggir pantai, jadi jangan lepas sandal, dan jangan lupa lipat celana, karena air laut tingginya bisa selutut. Atau lewat jalan utama, tapi memakan waktu lebih lama.
Di Pantai Sembilan sendiri, fasilitasnya sudah memadai, ada MCK, tempat untuk salat, warung-warung makan yang super murah meriah. Hiasan-hiasan yang mempercantik pantai, mulai dari ayunan di pinggir pantai, gazebo untuk bersantai, dan tulisan-tulisan penanda Pantai Sembilan.
Karena cuacanya memang cukup panas lebih nyaman untuk berangkat pagi sekali, kalau tidak salah kapal pertama berangkat pada pukul 06.00 pagi, biasanya akan ada banyak guru-guru yang ikut menyebrang. Oh ya, kapal biasanya hanya akan berangkat bila ada minimal 10 penumpang yang juga akan menyebrang. Bila tidak mau menunggu, kamu bisa sewa kapal tersebut, untuk sekali berangkat biayanya sekitar 120.000 rupiah.
Bagi yang mau menginap, bisa bangun tenda atau numpang di rumah penduduk, bila menemui kesuliatan bisa berkunjung kerumah pak Kades, rumahnya pas depan pelabuhan Gili Genting. Penduduk di sana ramah-ramah jadi jangan khawatir kesulitan.
Destinasi kedua di Pulau Gili Genting, namanya Kahuripan, kaudibhen, atau kehidupan dalam bahasa Indonesia. Mungkin karena banyak berjejer pohon kayu jaran, atau pohon kudo, atau juga pohon Jawa kata orang-orang Sulawesi. Tempat itu terasa sangat sejuk. Atau bisa juga karena jadi sumber makanan untuk sapi-sapi milik penduduk di Gili Genting. Sapi-sapi milik penduduk dilepas bebas di kahuripan, dan mencari makan di sana.
Spot indah di kahuripan jika kita berkunjung saat musim kemarau, daun-daun sedang berguguran dan menguning, pohon-pohong kayu jaran hanya tersisa rantingnya saja. Pos foto yang banyak dikunjungi, mungkin karena jadi terlihat laiknya di Negara Jepang saat musim gugur. Disarankan jangan berkunjung saat musim hujan, karena tanah becek dan sulit sekali mengendarai motor ke sana.
Di ujung Kahuripan kamu akan menemui lubang-lubang Goa di bawah tebingnya, tapi sayang belum ada yang berhasil masuk, atau mungkin juga belum ada yang eksplor sampai ke sana. Jadi kamu huma bisa lihat lubang-lubang mulut goa dari atas. Menariknya, jika kamu sedang beruntung, bisa juga menyaksikan kawanan lumba-lumba di sana. Cobalah berkunjung, bisa jadi trip pendek saat berkunjung ke Sumenep.
Sebagai informasi, akses menuju Gili Genting hanya perlu waktu 25- 30 menit untuk sampai ke pulau ini penyebrangan lewat pelabuhan Tanjung. Apabila kamu berangkat dari arah Surabaya, pelabuhannya sebelum masuk kota, ada di daerah bernama Bloto. Tapi kalau dari kota, kamu harus balik menuju arah ke Surabaya, sekitar 15 sampai 20 menit dari kota sudah bisa sampai di pelabuhan Tanjung.
Di Pulau ini kamu bisa liburan murah meriah. Cukup merogoh kocek Rp10.000,- untuk sekali menyebrang. Jika kamu mau bawa motor berkeliling, cukup nambah biaya 10. 000 lagi untuk motornya, dan 2000 untuk orang yang bantu naikin motor ke kapal. Untuk mobil, masih belum ada angkutan laut buat bawa mobil kamu nyebrang, lagi, di pulau ini sepertinya tak butuhlah mobil, cukup dengan motor sudah bisa keliling pulau.
Bumbu Julit Rujak Cobek dan Soto Singkong Rebus
Makanan khas Sumenep berbahan dasar ikan yang diolah menjadi camilan atau juga bumbu makanan. Panganan dengan harga yang murah meriah, tak sampai Rp15.000,- perut sudah terisi penuh. Kamu sudah pernah makan Rujak Cobek? Saat mendengar kata rujak pastilah secara otomatis yang terbanyang adalah campuran macam-macam potongan buah dengan kuah yang pedas, asam dan manis.
Rujak cobek khas Madura punya khas sendiri, yaitu dari bahan dasarnya. Bahan utama rujak cobek atau rujak buah di Madura yaitu bumbu petis. Petis sendiri merupakan hasil olahan dari air godokan ikan yang diproses hingga kental. Rasa dasar petis biasanya asin, ada beberapa juga yang sedikit terasa manis. Tergantung dari keasliannya, semakin asli maka petis akan mahal, bisa menyentuh harga Rp80.000,- rupian per wadah.
Sebenarnya penyebutan Rujak Cobek ini lantaran tatakan untuk tempat rujak tidak menggunakan piring, melainkan menggunakan cobek atau cuwek. Untuk isinya sama dengan rujak-rujak buah biasanya, ada potongan mangga muda, pepaya, nanas, kedongdong, ketimun, bisa juga jambu monyet. Tak lupa juga taburan keripik singkong dan kulupan kangkung, kecambah dan potongan kacang panjang, lontong, dan singkong rebus. Sementara bumbunya campuran dari petis, cabai sesuai selera, cuka, garam, dan gula aren. Campurkan semua bahan bumbu ulek sampai halus, lalu disiramkan ke potongan buah, sayur, lontong, dan singkong yang sudah ditata rapi di atas cobek.
Ada berbagai macam bumbu untuk rujak, di Sumenep mengistilahkan dengan bumbu julit, setengah julit, dan bumbu kacang. Julit sendiri adalah istilah Madura untuk makan rujak langsung dengan tangan, tidak menggunakan sendok. Untuk bumbu rujak julit, bumbunya tidak menggunakan campuran kacang, melainkan cukup racikan bumbu yang disebutkan sebelumnya. Setengah julit, berarti bumbu ditambah sedikit kacang, dan rujak dengan bumbu kacang campuran racikan dasar ditambah lebih banyak lagi kacang dari bumbu setengah julit.
Bila ada rujak maka tak lengkap bila tidak menceritakan tentang Soto Madura. Biasanya para penjual rujak juga akan menjual soto. Soto Madura merupakan panganan berbahan dasar petis juga, tapi tidak sebanyak rujak hanya campuran. Racikan untuk soto madura yaitu potongan lontong, ditambah singkong rebus, yang merupakan campuran khas panganan-panganan Madura, ditambah bihun, dan toge goreng. Bumbu kacang campuran dari cabai, sedikit petis, sedikir gula dan garam, ulek campuran bumbu tersebut, campurkan kira-kira satu sendok makan bumbu diatasnya. Kuahnya sendiri berwarna sedikit kecoklatan, ada potongan jeroan atau eso kata orang Sumenep.
Bumbu kuahnya sendiri cukup sederhana, bumbu-bumbu dasar misal bawang putih, merica, jahe, kemiri, dan untuk tumisannya gunakan daun bawang atau bawang daun kata orang Sumenep. Susun rapi semua bahan tadi atas piring, lalu siram dengan kuahnya, jangan lupa tambahkan kecap dan perasan jeruk nipis.
Hampir semua panganan di Sumenep juga di Madura merupakan campuran dari lontong dan singkong rebus. Pernah suatu hari seorang kawan dari Lumajang berkunjung, dia sedikit aneh katanya kalau makan soto dengan lontong dan tidak dengan nasi. Sedang banyak makanan khas di Sumenep yang penyajiannya menggunakan lontong dan singkong rebus, tidak menggunakan nasi. Semisal kaldu, kadu soto atau kalsot, dan campor.
Datanglah ke Sumenep bila penasaran dengan rasanya. Karena panganan ini hanya bisa dicicipi saat di Sumenep, karena memang tak banyak tersedia di luar Madura. Karena pernah saya diajak makan oleh seorang kawan sata berkunjung ke luar kota, ada tempat makan menjual soto Madura dan sangat terkenal. Saat saya memesannya lantas kecewa, soto di Madura tidak seperti ini. (Foto: Sportourism&Doc. Pribadi)
Fainani Makky
Alumni LPM Alpha Universitas Jember dan Pengajar TK serta Pengurus Taman Baca di Sumenep.