Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar hidup rakyat. Termasuk di dalamnya kebutuhan untuk memperoleh layanan dan perlindungan kesehatan yang layak. Semangat itu juga tertuang dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Melalui undang-undang itu, Negara memberi wewenang pada BPJS untuk berkerjasama dengan institusi penyedia jasa kesehatan, melakukan pengawasan, dan mengelola jaminan sosial.

Program Jaminan Kesehatan Nasional yang pemerintah percayakan pelaksanaanya pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) masih jauh dari makna keadilan. Sejak diluncurkan, BPJS Kesehatan menuai beragam keluhan. Mulai dari transparansi hingga buruknya kualitas pelayanan. Pembayaran ongkos rumah sakit oleh BPJS Kesehatan juga kerap dikeluhkan.

Persoalan muncul di banyak hal. Bahkan untuk hal yang paling sederhana, seperti aktifasi kartu. BPJS menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif satu pekan setelah pendaftaran diterima. “Padahal sering kali sakit menimpa tanpa terduga dan tidak mungkin bisa ditunda,” ujar Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) Harli Muin di acara diskusi bulanan FAA PPMI bertema “BPJS: Perlindungan atau Komersialisasi Kesehatan” pada Minggu 9 Agustus 2015.

Anggota Komisi IX DPR RI Siti Masrifah mengungkapkan banyaknya keluhan terkait Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Oleh karena itu Komisi IX membentuk panitia kerja guna mencari solusi. Siti menyampaikan Penerima Bantuan Iur (PBI) dari JKN yang dikelola BPJS Kesehatan tersebut seharusnya jumlahnya ditambah. Menurut dia PBI itu merupakan peserta yang tak mendaftar secara mandiri.

Anggaran, saat ini APBN kita masih menganggarkan kurang dari 5 persen. Idealnya memang 5 persen, tapi kalau bisa semakin ditambah lagi. Padahal anggaran pendidikan bisa kok sampai 20 persen,” ungkap Siti.

Jika anggaran sudah ditingkatkan, maka masyarakat bisa jadi tak membayar iuran. Tetapi masalah kemudian muncul ketika tak semua wajib pajak taat terhadap kewajibannya. “Dari puluhan juta wajib pajak, hanya 11 persen saja yang taat pajak. Jadi bagaimana bisa negara menanggung sepenuhnya biaya kesehatan?” imbuh dia. Siti tak menampik bahwa banyak pula keluhan dari tenaga kesehatan. Diantaranya adalah pasien yang menjadi manja dan minta dirawat inap meski tak sesuai prosedur. Ada pula pasien yang meminta rongent, padahal tak semua penyakit membutuhkan rongent.

Presidium Dokter Indonesia Bersatu dr Yadi Permana juga menambahkan soal imbalan yang diterima oleh dokter swasta. Dia menyebutkan bahwa upah yang diterima baik dokter swasta maupun PNS dipukul rata.

“Setiap pasien BPJS, kami menerima Rp 2.000 setelah menangani mereka. Kalau saya yang dokter PNS mungkin tak terlalu masalah karena saya juga dapat gaji dari pemerintah. Tetapi rekan-rekan yang di swasta kadang mengeluh karena dengan bayaran segitu, banyak pasien yang minta banyak fasilitas,” tutur Yadi.

Sementara itu pengamat sosial Maftuchan kemudian menanggapi soal upah tersebut. Menurut dia selain menyoroti angka Rp 2.000, seharusnya dibicarakan pula fasilitas lain yang didapat. “Dokter itu kan juga mendapat gaji dan fasilitas lainnya. Saya sepakat bahwa BPJS ini memang bertujuan sosial, sebuah jaminan sosial. Tapi memang sistemnya seakan-akan seperti asuransi. Kalau kita bicara asuransi, maka identik dengan profit. Tapi BPJS ini non-profit,” kata Maftuchan

Pendapat lain juga dilontarkan oleh Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng. “BPJS Kesehatan ini jangan dianggap sebagai jaminan sosial, karena badan penyelenggaranya adalah nirlaba. Harus dilihat dulu. Sistem BPJS Kesehatan ke depannya akan menimbulkan masalah,” ucapnya

Jakarta, 9 Agustus 2015

BERIKAN KOMENTAR

POPULER SEPEKAN

Ada anekdot yang pernah penulis baca, tersebutlah seorang remaja di beri tantangan untuk menghasilkan uang dari sebuah lahan sawah, dengan...

Tahun lalu 2015 adalah tahun pertama saya mulai rutin olah raga berlari. Sebeneranya memilih olah raga lari ini bukan keinginan sendiri,...

Herodotus berusaha memahami apa yang telah terjadi, mengapa hal itu terjadi dan secara eksplisit dia mengenali bahwa untuk memafhumi peristiwa, orang tak perlu melihat kepada mitos-mitos Yunani atau karya-karya Homer.

Bagi orang yang pernah berkecimpung di dunia gerakan, maka kondisi hari ini patut menjadi refleksi bersama, terlebih statement salah satu...

Sebuah bidal menyebutkan, siapa tersentuh cinta maka mendadak ia bisa menjadi penyair. Tak menutup kemunginan juga menjadi seorang fotografer. Lantas apa jadinya jika sajak dan foto dikawinkan? Lukisan Cina kuno membuka jalan penafsiran puisifoto itu.