Kapitalis modern telah bergerilya untuk menjajah “Tubuh Perempuan”. Menjadikan perempuan sebagai makhluk konsumeris taat atas produk kapitalisme. Perempuan dibuat semakin tidak sadar atas identitas dirinya. Kapitalisme mempunyai proyek besar menjadikan “Perempuan Satu Dimensi”.
Pada 8 Maret lalu masyarakat dunia memeringatinya sebagai Hari Perempuan Internasional. Selain momen itu, masyarakat Indonesia juga mengadakan peringatan setiap tanggal 21 April untuk mengenang perjuangan beliau. Lalu pada tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Momentum ini relevan untuk digunakan sebagai wahana introspeksi sekaligus evaluasi peran perempuan dalam kancah publik. Terutama, pada era semakin maraknya kapitalis dewasa ini yang memosisikan perempuan sebagai korbannya.
Ramalan Karl Marx tentang akan runtuhnya sistem kapitalisme secara otomatis seakan mustahil terjadi. Tanda-tanda keruntuhannya pun sama sekali tidak ada. Faktanya, sistem kapitalis itu semakin ke sini malah semakin membabi-buta. Bentuknya pun sudah tidak sesederhana apa yang dikonsepsikan oleh Marx. Kapitalis telah memperkuat dirinya dengan berbagai macam penjelmaan. Kapitalisme tidak hanya menjadikan laki-laki sebagai budak untuk diperas tenaganya dalam relasi produksi, namun telah menjadikan perempuan sebagai objek yang diperas tenaga dan ekonominya.
Dalam penguatan dirinya, kapitalis telah menjelma menjadi sosok malaikat penolong manusia, membuat manusia tak sadar, lalu memakannya. Hal inilah yang sekarang dialami oleh perempuan. Kapitalis menjadikan perempuan sebagai objek baru yang bisa dimanfaatkan. Perempuan dijadikannya sebagai lumbung komersial, target baru produk kapitalis yang sangat menjanjikan.
Sebenarnya, persoalan ini bukanlah hal baru. Kajian mengenai bagaimana kapitalis memposisikan perempuan, sudah mewarnai ruang-ruang diskusi aktivis perempuan sejak lama. Pun demikian, persoalan ini tak kunjung menemui solusi, karena masalah tentang perempuan begitu kompleks dan luas. Akibatnya, Para kapitalis tradisional telah berhasil menjadikan perempuan sebagai salah satu aset terbaik untuk dijadikan agent promotion mereka.
Perempuan dimanfaatkan untuk memasarkan produk milik kapitalis.Hal ini terjadi tidak hanya dalam bidang ekonomi, budaya, agama, dan politik, namun juga pendidikan. Baliho, pamflet, brosur, dan media promosi lainnya, telah memanfaatkan kecantikan perempuan sebagai capture paling depan lengkap dengan caption seksis untuk menarik konsumen.
Jika kapitalis tradisional memandang perempuan hanya sebagai agen promosi mereka, kapitalis modern memandang bahwa perempuan tidak hanya sebagai agen promosi, namun perempuan juga dipandangnya sebagai konsumen resmi mereka yang lazim diperas dengan iming-iming tren, kecantikan, modis, dan juga fesyen tertentu. Perempuan justru dibuat tidak sadar bahwa ia telah digiring memasuki lingkaran setan kapitalis, kemudian diperas dan dikontrol berdasarkan konstruksi iklan.
Dalam hal ini, kapitalis bergerak dalam ranah apa yang disebut oleh Marx sebagai ideologi. Marx mendefinisikan nya sebagai kesadaran palsu. Dalam sisi ideologi inilah kapitalis memanfaatkannya untuk membuat perempuan mempunyai kesadaran palsu. Tujuannya, agar Perempuan tidak menyadari siapa dirinya sebenarnya dan untuk apa ia diciptakan di dunia ini. Doktrin ideologis itu membuat perempuan menyangka bahwa dirinya adalah kaum yang diciptakan untuk dinikmati.
Kesadaran semacam ini bukanlah suatu yang alamiah. Kesadaran semacam ini adalah murni konstruksi kapitalisme. Konstruksi terjadi dalam bentuk iklan-iklan produk kapitalis yang mengerucut pada perempuan. Perempuan mulai dibentuk dan dikontrol kesadarannya. Pemahaman tentang penampilan, kecantikan, tubuh perempuan, bahkan kepribadian mereka seluruhnya telah dibuat. Tujuannya memang dalam rangka menciptakan“Perempuan Satu Dimensi” .Menjadikan dan mendikte perempuan supaya memiliki pemahaman yang sama tentang definisi mereka.
Definisi tentang kecantikan yang semula relatif dan abstrak mulai dibuat menjadi baku. Perempuan berkulit putih, tinggi, langsing, berhidung mancung seakan telah dipermanenkan oleh kapitalisme sebagai ciri perempuan ideal. Produk-produk yang mengarahkan pada pendefinisian itu kemudian semakin gencar menyerbu pasar .Dengan ketidaksadaran nya, perempuan yang tidak termasuk dalam kriteria tersebut mulai tersingkir, dan kemudian berbondong-bondong mengonsumsi produk yang ditawarkan oleh kapitalis sebagai solusi untuk mencapai kriteria perempuan ideal.
Benarkah Perempuan Masih Jadi Objek
Secara garis besar, kapitalis modern telah menempatkan perempuan sebagai objek penindasan kapitalis. Penempatan yang lebih kejam dari pada apa yang selama ini dirasakan oleh kelompok gerakan feminisme. Kejahatan ini bisa diarahkan pada dua misi besar kapitalisme untuk menindas perempuan.
Pertama, Perempuan dekonstruksi dan dikontrol untuk menjadi pekerja yang menjual produk-produk kapitalis. Dengan bakat fisik dan bentuk tubuhnya, perempuan dimanfaatkan untuk menarik konsumen, terutama lawan jenisnya. Mereka dituntut untuk berpenampilan menarik sebagai agen promosi yang siap memperdagangkan produk kapitalis supaya laku di pasaran.
Kedua, Perempuan dibuat menjadi konsumen yang selalu butuh dan siap membeli segala bentuk produk kapitalis. Hal ini terjadi karena perempuan telah dibuat semakin butuh terhadap produk kapitalis yang menjanjikan kepada konsumennya menjadi perempuan ideal dan memesona tubuhnya. Bisa juga karena tuntutan kerja yang selalu mengharuskan (dalam hal ini) perempuan selalu tampil menarik di hadapan publik.
Ironisnya, pada hari ini sebagian besar perempuan, bahkan para aktivis dan gerakan perempuan belum secara luas menyadari permainan kapitalis ini. Sebagian besar perempuan justru terbawa dan asyik bermain di dalam lingkaran setan kapitalis yang menindas. Hal ini terjadi karena kesadaran perempuan telah terdistorsi oleh ideologi hasil konstruksi kapitalis. (Foto: Getty Images&Shutterstock)
Referensi:
Hardiyanto, Petrus Sunu. Disiplin tubuh bengkel individu modern. Yogyakarta: LKiS, 1997.
Saadawi, Nawal EI. Perempuan Di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002
Muhammad Isnan Abdurrahman
Pimpinan Umum LPM Corong IAIT Kediri Periode 2015-2016 dan Koordinator Wilayah III Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) lingkup Jawa Timur.